Total Tayangan Halaman

Jumat, 04 Februari 2011

Kajian Ayat

Q.S Al-Baqarah ayat 121

"Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka Itulah orang-orang yang rugi." "Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Ku-anugerahkan kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu di alam ini."    (QS Albaqarah 121-122)
            Pada ayat sebelumnya telah diterangkan sikap orang-orang Yahudi kepada kita, yakni mereka tidak ridha kepada kita. Sedangkan ayat ini menggambarkan secara obyektif bahwa diantara orang-orang Yahudi maupun Nasrani yang telah diberi alKitab, yakni Taurat atau Injil ada sekelompok yang membaca alKitab tersebut dengan sebenar-benarnya. Artinya mereka benar-benar memahami Kitab mereka. Mereka ini adalah orang-orang yang beriman. Jadi Allah memberitakan kepada muslimin bahwa ada dari mereka yang tidak ridha kepada kalian, tetapi ada juga dari mereka yang benar-benar memahami Kitab mereka yang juga termasuk orang-orang yang beriman.
Dari ayat ini kita dapat mengambil manfaat bahwa apabila kita betul-betul membaca AlQur'an dan memahaminya, maka kita termasuk orang-orang yang beriman. Tetapi sayang bahwa diantara kita masih ada yang membacanya saja masih keliru. Dari bacaanya saja belum memahami. Sebagai contoh, bacaan yang berbeda harokat saja artinya beda. Contoh saja misalnya bacaan junnatun, jinnatun, dan jannatun itu artinya berlainan. Begitu pula jika habbatun dibaca hayatun, tentu keliru.  Kalau orang membaca bismillahirrohmaanirrohiim lalu bermaksud agar lebih fasih bacaan rohiim dilafalkan rokhiim (dengan kho'), maka artinya jadi salah (Allah Maha merdu). Makanya orang dahulu banyak yang khusus belajar bacaan Alfatihah saja sampai satu tahun.

Dalam hal ini wajar jika Nabi lalu bersabda:
            "Barangsiapa yang menafsirkan AlQur'an dengan akalnya maka tempatnya adalah di neraka".
            Yang mengetahui atau memahami AlQur'an hanya Nabi Muhammad SAW, maka untuk memahaminya harus melihat hadits. Baru setelah itu Allah akan memberikan petunjuk-Nya lewat akal dan perasaan kita. Jadi bukan dengan cara kita mengedepankan akal kita, tetapi kita harus tetap mencari (pemahamannya) dari hadits. Kalau kita melihat para ulama dahulu ketika menafsirkan ayat dari segi lahir sudah berhati-hati, begitu pula dari segi batin juga sangat berhati-hati, yakni dengan melakukan shalat dua roka'at terlebih dahulu untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Hal itu dengan tujuan agar apa yang dipahami tidak keliru. Mereka memohon petunjuk kepada Allah, dan Allah akan memberi petunjuk-Nya lewat akal. Ini bukan berarti sesuatu yang tidak masuk akal. Akal justru merupakan alat untuk memahami. Oleh karena itu, tidak ada ulama yang bodoh, mereka itu orang-orang cerdas pintar. Dan mereka itu memiliki perasaan yang halus. Dan Allah akan memberikan petunjuk lewat akal dan perasaan.
Jadi, walaupun ayat diatas membicarakan orang Yahudi, tetapi kita harus bisa menjadikannya sebagai pelajaran bahwa kita harus benar-benar "tilawah" baik dari segi bacaannya,  lalu memahami dan kemudian mengamalkannya. Kalau memahaminya saja keliru maka mengamalkannya juga akan keliru. Jadi untuk memahami AlQur;an tetap harus berpegang (berdasarkan) AlQur'an itu sendiri dan Hadits.
Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah, "Orang-orang yang telah Kami berikan kepadanya Al-Kitab dan mereka membacanya dengan benar serta mereka itu beriman kepadanya."
Said dan Qatadah berkata, "Mereka adalah para sahabat Nabi saw.." Ibnu Mas'ud berkata, "Demi Zat yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud dengan membaca secara benar ialah menghalalkan apa yang dihalalkannya, mengharamkan apa yang diharamkannya, dan membacanya sebagaimana ia diturunkan Allah, tidak mengubah satu kalimat pun dari tempatnya, dan jangan menakwilkan sesuatu kepada maksud yang tidak seharusnya." Ibnu Abbas juga mengatakan hai senada. Diriwayatkan dari Nabi saw.,
"Sesungguhnya apabila beliau sedang membaca Al-Qur'an dan melewati ayat rahmat, maka beliau memohon. Dan apabila melewati ayat azab, maka beliau berlindung (ta'awudz)."
Firman Allah, "Adalah mereka yang beriman kepadanya" merupakan kabar dari penggalan "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab dan mereka membacanya dengan benar". Yakni, barangsiapa di antara Ahli Kitab yang menegakkan Kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya, maka dia akan beriman kepada kitab yang dibawa olehmu, Muhammad, sebagai utusan.
Hal ini sebagaimana firman Allah, "Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, kamu tidak memiliki pegangan apa pun sebelum kamu menegakkan Taurat dan Injil serta kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu.'" Yakni, jika kamu menegakkannya dengan benar, mengimaninya dengan sungguh-sungguh, membenarkan berita-berita yang terdapat di dalamnya, di antaranya tentang diutusnya Muhammad, sifat, dan gambarannya, serta perintah untuk mengikuti, menolong, dan membantunya, maka hal itu akan membimbingmu kepada kebenaran dan mengikutinya di dunia dan akhirat.
Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang mereka menjumpai namanya terulis dalam kitab mereka, yaitu Taurat dan Injil."
Dan Allah Ta'ala berfirman, "Maka apabila mereka berserah diri, berarti mereka mendapat petunjuk. Dan apabila mereka berpaling, maka sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Allah Maha Melihat terhadap hamba-hamba-Nya."
Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman, "Dan barangsiapa yang kafir terhadapnya, maka mereka itulah orang-orang yang merugi" sebagaimana Allah berfirman, "Barangsiapa di antara golongan-golongan itu yang kafir terhadapnya, maka neraka merupakan tempatnya." Dalam kitab sahih dikatakan, "Demi Zat yang jiwaku ada dalam Kekuasaan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, Yahudi, dan Nasrani yang mendengar tentang aku kemudian dia tidak beriman kepadaku melainkan ia akan masuk neraka."
Menurut Ustadz Ahmadi, Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Ayat ini masih berkaitan erat dengan ayat sebelumnya dan masih membicarakan keingkaran Bani Israil yaitu kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah kaum yang tidak akan merasa puas sebelum orang orang muslim menjadi murtad,  keluar dari agama Islam dan keimanan, atau paling tidak berpaling kepada milah agama mereka.
Sebenarnya yang menjadi penyebab ketersesatan kaum Yahudi dan Nasrani adalah pendeta dan rahib rahib mereka sendiri, karena merekalah yang mempelajari dan mengkaji kitab suci yang diturunkan kepada mereka, adapun para pengikutnya adalah ummi dan taklid kepada para rahib dan pendeta tersebut.
Seandainya saja para rahib dan pendeta itu mempelajari dan mengkaji dengan benar kitab suci mereka, niscaya mereka akan menemukan nubuwah Rasulullah di dalamnya, dan mereka tentunya akan mengimani kenabian Rasulullah Muhammad Saw. Namun mereka telah dikuasai hawa nafsu dan kesombongan, sehingga mereka merubah dan memalsukan kitab yang diturunkan kepada mereka, dan juga menyesatkan para pengikut mereka dengan ajaran yang sudah melenceng dari ajaran yang sebenarnya. Sehingga mereka mengkufuri kenabian Rasulullah.
Orang orang yang kufur seperti inilah yang dikatakan kepada Allah sebagi orang yang merugi di dunia dan akhirat. Allah menegur mereka, jangankah kamu menjadi orang yang pertama-tama kufur. Karena mereka adalah pembaca kitab yang pertama sebagai rahib dan pendeta, sedangkan para pengikut mereka hanya taklid.
Sebagai umat muslim, kita menerima al Qur’an sebagai petunjuk menuju kebenaran, tetapi jika keimanan kita hanya berhenti pada menerima al Qur’an itu saja, tanpa kita mempelajarinya, mengimani, meyakini, dan mengamalkan isinya, karena suatu kesombongan atau karena kita taklid kepada seseorang (kiai/ pemimpin) sehingga ketika al Qur’an itu dibacakan kepada kita, dan karena isinya bertentangan dengan paham yang dianut oleh kiai, atau pemimpin atau adat setempat, lalu Al qur’an itu kita tolak, niscaya kita sama saja dengan kaum yahudi dan nasrani seperti yang dijabarkan di atas. Dan kita termasuk ke dalam golongan orang orang yang merugi. Maka kita harus menjadi golongan yang membuka hati, sehingga ketika Al Qur’an itu dibacakan kepada kita maka bertambah tambahlah keimanan kita.

Q.S Yunus ayat 58

{قُلْ بِفَضْ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ}

“Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira” (Q
S. Yunus; 58).

Perayaan Maulid merupakan ekspresi kebahagiaan dan kegembiraan dengan diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan hal ini termasuk perkara yang diharuskan karena Al-Qur’an memerintahkannya sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah Ta’ala Q.S Yunus ayat 58. Maka dari itu, kita sebagai umat muslim harus berpegang teguh kepada Al-Qur’an, jangan asal saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar